Gaharu merupakan bahan berbentuk kayu yang mengandung resin atau damar
dan bila dibakar akan mengeluarkan aroma wangi yang khas. Komoditi
ekspor ini mempunyai nilai jual yang tinggi baik di pasar nasional
maupun internasional sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan
masyarakat. Di dunia perdagangan gaharu dikenal dengan nama agarwood,
aloe wood, dan eagle wood, oud (Timur tengah), dan Cing (Cina).
Gaharu diperoleh dari bagian (akar, batang, cabang) pohon gaharu dengan
nama-nama daerahnya antara lain : calabac, karas, kekaras, mengkaras
(Dayak), galoop (Melayu), halim (Lampung), alim (Batak), kareh (Minang),
age (Sorong), bokuin (Morotai), lason (Seram), Ketimunan (Lombok),
ruhuwama (Sumba), dan seke (Flores). Ada beberapa jenis pohon gaharu,
antara lain yang saat ini sedang banyak dibudidayakan oleh masyarakat
di Indonesia adalah jenis Gyrinops spp. Dan Aquilaria spp. Kedua jenis
tersebut menghasilkan gaharu dengan kualitas yang tinggi sehingga sangat
diminati masyarakat untuk dibudidayakan.
Aroma wangi atau harum dengan cara membakar secara sederhana banyak
dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah (seperti Saudi Arabia, Uni Emirat
Arab, Yaman, Oman) sebagai pengharum tubuh dan ruangan, sedangkan
penggunaan yang lebih bervariasi banyak dilakukan di Cina, Korea, dan
Jepang seperti bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa,
dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan
religius.
BUDIDAYA GAHARU :
Pada mulanya pohon gaharu banyak dijumpai dalam hutan alam, namun
perburuan gaharu yang tidak terkendali sejak tahun 1980-an sebagai
akibat tingginya permintaan konsumen menyebabkan pohon gaharu di alam
semakin langka. Untuk memenuhi permintaan konsumen yang masih tinggi
tersebut, maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan membudidayakannya
atau
menanam kembali baik di dalam hutan maupun di lahan-lahan milik
masyarakat. Budidaya gaharu telah mulai dilakukan sejak tahun 1990-an
dan berkembang terus di wilayah Indonesia terutama oleh masyarakat di
Pulau Sumatera, Kalimantan dan Lombok. Sejak 5 tahun terakhir ini,
masyarakat di Pulau Jawa mulai tertarik dan ramai-ramai menanam bibit
pohon gaharu di lahan-lahan miliknya. Budidaya pohon gaharu ini
diharapkan semakin berkembang pesat agar dapat memproduksi gaharu dengan
baik untuk memenuhi permintaan konsumen dan meningkatkan pendapatan
masyarakat. Usaha budidaya pohon gaharu ini merupakan salah satu
investasi jangka menengah dengan hasil yang menjanjikan.
Pohon gaharu dapat tumbuh baik pada lahan dataran rendah hingga
perbukitan hingga mencapai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut
dengan kondisi tanah lembut liat berpasir (pH : 4,0 – 6,0). Pola tanam
pohon gaharu dapat dilakukan dengan pola monokultur (sejenis) dan
polikultur (campuran). Penanaman pola monokultur dilakukan dalam lahan
kosong dengan jarak 2 x 2 m, 2 x 3 m dan 3 x 3 m. Sedangkan penanaman
pola polikultur dapat dilakukan bersama dengan tanaman keras lainnya
seperti : coklat, karet, kopi, kelapa sawit, sengon, atau ditanam dalam
pekarangan/perladangan yang sudah ada kumpulan tanamannya (pengkayaan).
Salam kenal, salam persahabatan. Makasih artikelnya menarik dan bagus. Kalau ada waktu luang silahkan klik OBYEKTIF.COM kami tunggu ya, info terbarunya.
BalasHapusSalam kompak:
Obyektif Cyber Magazine
(obyektif.com)